Jumat, 28 Agustus 2009

JAWABAN DARI SOAL MURJI'AH

BAB IX
FREE WILL DAN PREDESTINATION

173. Term Qadariah mengandung dua arti, pertama : orang-orang yang memandang manusia berkuasa atas dan bebas dalam perbuatan-perbuatannya. Dalam arti itu qadariah berasal dari qadara yakni berkuasa. Kedua : orang-orang yang memandang nasib manusia telah ditentukan oleh azal. Dengan demikian, qadara disini berarti menentukan, yaitu ketentuan Tuhan atau nasib.
174. Menurut AL-Asy’ari kaum Qadariah adalah kaum yang memandang perbuatan-perbuatan mereka diwujudkan oleh daya mereka sendiri dan bukan oleh Tuhan (al-ibanah, 54).
175. Al-Jubba’I menerangkan bahwa manusialah yang menciptakan perbuatan-perbuatannya, manusia berbuat baik dan berbuat buruk, patuh dan tidak patuh kepada Tuhan atas kehendak dan kemauannya sendiri.
176. Abd al-Jabbar menerangkan bahwa perbuatan manuisa bukanlah diciptakan Tuhan pada diri manusia, tetapi manusia sendirilah yang mewujudkan perbuatan.
177. Maksudnya ialah bahwa Tuhan menciptakan daya didalam diri manusia dan pada daya inilah bergantung wujud perbuatan itu, dan bukanlah yang dimaksud bahwa Tuhan membuat perbuatan yang telah dibuat manusia.
178. Pendapat Mu’tazilah tentang kemauan dan daya untuk mewujudkan perbuatan manusia adalah kemauan dan daya manusia sendiri dan tidak turut campur dalamnya kemauan dan daya Tuhan.
179. Tiga argumen rasional mu’tazilah yaitu :
a. manusia dalam berterima kasih atas kebaikan-kebaikan yang diterimanya, menyatakan terima kasihnya kepada manusia yang berbuat kebaikan itu.
b. perbuatan-perbuatan manusia terjadi sesuai dengan kehendak manusia. Jika seseorang ingin berbuat sesuatu, perbuatan itu terjadi.
c. manusia berbuat jahat terhadap sesama manusia.
180. Tiga ayat Al-Qur’an yang menjadi argumen Mu’tazilah yaitu :


Ayat ini mengandung dua arti. Pertama : ahsana berarti “berbuat baik”dan dengan demikian semua perbuatan Tuhan merupakan kebajikan kepada manusia, dan ini tidak mungkin, karena diantara perbuatan-perbuatan Tuhan ada yang tidak merupakan kebajikan, seperti siksaan yang diberikan Tuhan kepada manusia. Kedua : ahsana yaitu baik. Semua perbuatan Tuhan adalah baik. Dengan demikian perbuatan manusia bukanlah perbuatan Tuhan, karena di antara perbuatan-perbuatan manusia terdapat perbuatan jahat.


Sekiranya perbuatan manusia adalah perbuatan Tuhan dan bukan perbuatan manusia, pemberian balasan dari Tuhan atas perbuatan manusia, seperti disebut dalam ayat ini, tidak ada artinya. Agar ayat ini tidak mengandung dusta.


Ayat ini memberi manusia kebebasan untuk percaya atau tidak percaya. Sekiranya perbuatan manusia bukanlah sebenarnya perbuatan manusia, ayat ini tidak ada artinya.
181. Masalah kemauan dan daya untuk mewujudkan perbuatan manusia versi Mu’tazilah menurut :
a. al-Ghazali berpendapat bahwa hal itu bertentangan dengan ijma’ atau consensus alim ulama tentang tidak adanya pencipta kecuali Allah SWT.
b. al-Asy’ari menuduh mereka telah tidak berhajat lagi pada Tuhan.
c. al-Maturidi berpendapat daya untuk berbuat, terdapat dalam diri manusia sebelum diwujudkannya perbuatan yang bersangkutan.
182. al-Kasb ialah bahwa timbul dari al-muktasib dengan perantaraan daya yang diciptakan. Term-term diciptakan dan memperoleh mengandung kompromi antara kelemahan manusia, diperbandingkan dengan kekuasaan mutlak Tuhan, dan pertanggung jawaban manusia atas perbuatan-perbuatannya.


Wa ma ta’malun, disini diartikan oleh ayat al-Asy’ari “Apa yang kamu perbuat” dan bukan “apa yang kamu buat”. Dengan demikian ayat ini mengandung arti Allah menciptakan kamu dan perbuatan-perbuatan kamu. Jadi, dalam paham al-Asyari, perbuatan-perbuatan manusia adalah diciptakan Tuhan. Dengan perkataan lain, yang mewujudkan kasb atau perbuatan manusia, dalam pendapat al-Asy’ari, sebenarnya adalah Tuhan sendiri.
183. Penggeraknya adalah Allah SWT dan yang bergeraknya adalah manusia. Yang bergerak tidaklah Tuhan karena gerak menghendaki yang bersifat jasmani yaitu manusia.
184. al-Asy’ari berpendapat bahwa daya itu adalah lain dari diri manusia sendiri, karena diri manusia terkadang berkuasa dan terkadang tidak berkuasa, daya tidak terwujud sebelum adanya perbuatan, daya ada bersama-sama dengan adanya perbuatan dan daya itu ada hanya untuk perbuatan yang bersangkutan saja.
185. al-Bagdhadi berpendapat ketika ia menyebut bahwa perbuatan mengangkat batu berat aalah contoh yang biasa diberikan oleh kaum Asy’ariah tentang al-kasb.
186. al-Ghazali berpendapat bahwa Tuhanlah yang menciptakan perbuatan manusia dan daya untuk berbuat dalam diri manusia.
187. Penilaian menurut Abduh mengandung arti bahwa daya manusia turut serta (li al-qudrah madkhal) dalam perwujudan perbuatan. Oleh karena itu, Abduh berpendapat bahwa manusia dalam teori al-kasb tidaklah seluruhnya bersifat pasif, sebagaimana halnya dengan manusia dalam paham jabariah atau predestination.
188. Bagi golongan Maturidiah perbuatan manusia adalah juga ciptaan Tuhan. Al-Maturidi menyebut dua perbuatan, perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia. Perbuatan Tuhan mengambil bentuk penciptaan daya dalam diri manusia dan pemakaian daya itu sendiri merupakan perbuatan manusia.
189. Pendapat al-Maturidiah Samarkand jadi kehendak dalam paham Maturidi bukanah kehendak bebas yang terdapat dalam paham Mu’tazilah.kebebasan disini bukanlah kebebasan untuk berbuat sesuatu yang tak dikehendaki Tuhan, tetapi kebebasan untuk berbuat sesuatu yang tidak disukai Tuhan.
190. Kebebasan manusia dalam paham ini, kalaupun ada, kecil sekali. Perbuatan manusia hanyalah melakukan perbuatan yang telah diciptakan Tuhan. Dan bagaimana sebenarnya perbuatan yang telah diciptakan Tuhan dapat dilakukan manusia tidak jelas.
191. Gambar perbandingan pendapat antara Mu’tazilah, Maturidiah Samarkand, Maturidiah Bukhara, al-Asy’ari tentang kehendak manusia, daya manusia dan perbuatan manusia yaitu :
Kehendak Daya Perbuatan Aliran
Manusia Manusia Manusia Mu’tazilah
Manusia Manusia Manusia Maturidiah Samarkand
Tuhan Tuhan Tuhan
(efektif) (sebenarnya) Maturidiah Bukhara
Manusia Manusia
(kiasan)
Tuhan Tuhan Tuhan Asy’ariah
(efektif) (sebenarnya)
Manusia tidak Manusia
Efektif (kiasan)
Tuhan Tuhan Tuhan Jabariah
192. tiga hal yang membatasinya yaitu :
a. Manusia tersusun antara lain dari materi. Materi adalah terbatas, dan mau tak mau, manusia sesuai dengan unsure materinya, bersifat terbatas. Manusia hidup dengan dilingkungi oleh hukum-hukum alam yang diciptakan Tuhan.
b. Dengan kemajuan Ilmu pengetahuan, manusia dapat pula menyusun segala sesuatu.
c. Kebebasan manusia sebenarnya, hanyalah memilih hukum mana yang akan ditempuh dan diturutinya. Hukum alam pada hakikatnya merupakan kehendak dan kekuasaan Tuhan.


BAB XV
KESIMPULAN
260. Semua aliran berpegang pada wahyu. Dalam hal ini perbedaan yang terdapat antara aliran-aliran itu hanyalah perbedaan dalam interpretasi mengenai teks ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits.
261. Yang membedakan antara teologi liberal dan tradisional adalah teori liberal itu adalah teori yang berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang lemah memberikan interpretasi harfi atau dekat dengan arti harfi dari teks Al-Qur’an dan Hadits. Sikap demikian menimbulkan teologi tradisional sebagaimana yang dalam aliran Asy’ariah.
262. Konsekwensi bagi penganut teologi liberal adalah tidak banyak, karena dengan kata lain dalam masyarakat yang menganut teologi liberal, memiliki kemajuan dan pembangunan yang dapat berjalan lebih lancar.
263. Konsekwensi bagi penganut teologi tradisional adalah sebaliknya para penganut teologi ini sukar dapat mengikuti perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat modern.
264. Karena teologi liberal itu dengan keadaannya yang banyak berpegang pada logika dan pembahasannya itu bersifat filosofis. Sehingga sukar diterima orang awwam (kebanyakan).
265. Karena teologi tradisional itu dengan teguhnya ia berpegang pada pada arti harfi dari teks ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits ditambah dengan kurangnya ia menggunakan logika, kurang sesuai dengan jiwa dan pemikiran golongan terpelajar.
266. Dapat, karena pada umumnya kaum Mu’tazilah dianggap kafir dan keluar dari Islam, karena dianggap bahwa mereka hanya percaya pada akal dan tidak percaya kepada wahyu. Sebaliknya, kaum Asy’ariah juga dalam karangan-karangan kaum Mu’tazilah terdapat tuduhan bahwa mereka (Asy’ariah) kafir pula.



223. pengiriman Rasul mempunyai arti yang besar bagi kaum Asy’ariah, karena mereka banyak bergantung pada wahyu untuk mengetahui Tuhan dan alam ghaib, bahkan juga untuk mengetahui hal-hal yang bersangkutan dengan hidup keduniaan manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar