Jumat, 28 Agustus 2009

BIOGRAFI PENDIRI GERAKAN, IMAM SYAHID HASAN AL-BANNA

BIOGRAFI PENDIRI GERAKAN, IMAM SYAHID HASAN AL-BANNA
Imam Syahid Hasan Al-Banna lahir di Distrik Mahmudiah, Mesir, pada tanggal 17 Oktober 1906 M, bertepatan dengan tahun 1323 H. dia dibesarkan oleh keluarga yang terkenal dengan keilmuan dan agamanya. Bapaknya adalah seorang pengajar ilmu-ilmu hadist, dan telah mengarang beberapa buku tentang ilmu hadist.
Dalam lingkungan seperti inilah Imam Syahid Hasan Al-Banna dibesarkan, sehingga dia tampak sangat istimewa dengan kekritisan, kewaraan dan kezuhudannya. Cirri-ciri kecerdasannya sudah muncul sejak kecil. Dia senantiasa melaksanakan salat malam, puasa senin-kamis. Hasan kecil sudah hafal setengah Al-Quran (15 juz) kemudian dia menyempurnakan hafalannya pada saat akil baligg (30 juz). Tanda-tanda kesedihan dan keprihatinan sangat jelas terlihat pada raut mukanya, disebabkan oleh sesuatu yang senantiasa bergejolak dalam hatinya tentang umat Islam dan kondisinya. Maka, terkadang karena rasa kecintaan yang begitu dalam pada agamanya (ghirah), dia terdorong untuk mengubah kemungkaran dengan tangannya sendiri.
Dengan selalu mendekatkan diri kepada Allah melalui ibadah sunah, menjadikan ruh dan jiwa Hasan Al-Banna terpelihara kesucian dan kemurniannya.
Al-Banna aktif dalam berbagai aktifitas Islam semasa dia masih pelajar. Kemudian dia pun mendirikan sebuah organisasi di sekolahnya yang bernama Organisasi Muharabah Al-Munkarat (Organisasi Pemberantas Kemungkaran). Dia sendirilah yang menulis surat peringatan kepada orang-orang terkenal tertentu, dengan memakai nama samaran pada suratnya.
Kemudian setelah tamat dari sekolah Menengah Umum dengan peringkat nilai ke-5 untuk seluruh Mesir, Al-Banna melanjutkan studinya ke Universitas Dar Al-Ulim. Di Dar Al-Ulum dia merupakan mahasiswa yang paling berprestasi , dan pada saat ujian akhir dia telah hafal 17.000 bait syair dan kata-kata Hikmah. Dia menamatkan Universitas Dar Al-Ulim dengan yudisium terbaik pertama tingkat Universitas Dar Al-Ulim.
Setelah menyelesaikan studi Universitas, Al-Banna ditunjuk sebagai pengajar di sebuah sekolah di Provinsi Islamiah. Di Provinsi ini pengaruh Inggris tampak sangat dominan, sehingga gaya kehidupan Ismailiah hamper semuanya bercorak Eropa, layaknya kehidupan yang terdapat di distrik-distrik yang berada di Inggris. Mayoritas masyarakatnya adalah pekerja diperusahaan Terusan Suez yang pada saat ini masih dibawah kekuasaan Inggris.
Hasan Al-Banna berpendapat bahwa Inggris telah memandang hina terhadap masyarakat Mesir, karena dia menyaksikan para pekerja Mesir tampak seperti hamba yang berwajah merah. Sementara itu dia melihat kebebasan dan kerusakan moral telah mewabah di seantero dunia Islam, khususnya saat runtuhnya kekhalifahan Islam oleh Attaturk tahun 1924 M. dia menilai bahwa barat berupaya secara sungguh-sungguh untuk mencabut Islam dari akarnya dan menghilangkan eksistensinya dimuka bumi. Hasan Al-Banna menyaksikan semua itu dengan hati yang sangat sedih. Hatinya pun luluh dalam kegelisahan.
Al-Banna menceritakan masa tersebut dengan ungkapan:” Hanya Allahla yang tahu tentang malam-malam yang kami habiskan untuk mengkaji kondisi dan permasalah umat, tentang apa yang menimpa pada setiap aspek kehidupannya, dan kami berusaha mengidentifikasi penyakit-penyakit itu dan mencari obatnya, serta memikirkan cara mencegahnya, sehingga kami hanyut dalam pengkajian itu pada akhirnya membawa kami pada tangisan.”
Kemudian Hasan Al-Banna menghubuni mereka yang masih terpancar kesalehan diwajahnya, dan dia berjanji beserta lima orang dari mereka untuk membentuk embrio proyek pergerakan perbaikan umat dan kejayaan Islam. Supaya tidak memunculkan nama yang baru, maka mereka hanya menanamkan diri dengan nama “Muslimin”, lalumereka berkata, “Kita adalah ‘Ikhwanul Muslimin’, yang berarti, “para saudara dari kaum Muslimin.”
Al-Banna melalui dakwah pergerakannya di Ismailiah, dan Allah memberkati amal pergerakannya dan membuahkan hasil dari tangannya. Pada kenyataannya dia telah berhasil menjadikan masyarakat kelas miskin menjadi teladan yang gemilang bagi generasi yang mengetahui dirinya dan nilai agamanya. Mereka itulah generasi pertama dari organisasi pergerakan ini. Syaikh Muhammad Faraghalli, untuk menyebut salah satu contoh, adalah diantara orang dari generasi pertama yang berdiri tegar didepan seorang panglima angkatan perang Inggris yang memaksanya untuk ke;uar dari Ismailiah. Faraghalli bersikeras untuk menetap disana seraya berkata dengan lantang, “Hanya satu orang yang bias mengeluarkan saya dari Ismailiyah ini, yaitu Al-Banna.”
Pemrintah raja faruq pada awalnya menganggap remeh, dan belum memperhatikan sama sekali eksistensi kelompok Ikhwanul Muslimin. Bahkan sering mereka mengatakan ungkapan yang bernada ejekan, “apalah yang mungkin bias dilakukan oleh seorang pengaja anak-anak?” kemudian Al-Banna pindah ke Kairo, setelah aktivitas organisasinya bertambah banyak dan berhasil menjadikan provinsi Ismailiah sebagai sebuah bibit kecil yang akan berperan aktif demi kejayaan Islam.
Kemudian Al-Banna mendirikan kantor puasat (Darul Ikhwan) di kota Kairo. Dia mengabdikan segenap potensi, usaha, semangat dan hidupnya untuk memperkenalkan dakwah Islam. Dia mengelilingi perkampungan dan menjelajahi kota-kota membuka cabang-cabang pada setiap tempat yang dia kunjungi. Hanya dalam benerapa tahun saja, suara dan misi Ikhwanul Muslimin sudah memenuhi angkasa dan setiap plosok Mesir. Lalu bergabunglah sejumlah kalangan tertentu dari masyarakat Mesir kedalam organisasi, dan bergabung pula banyak kelompok Islam lainnya. Mulailah pemerintah Mesir merasa ketakutan terhadap perkembangan organisasi dakwah Ikhwanul Muslimin. Kemudian pemerintah menaruh radar dan mata-mata untuk mengintai gerakan Ikhwan. Al-Banna sendiri di ikuti oleh belasan intel yang bertugas mengitai gerakan nya kemanapun dia pergi.
Pada tahun 1947 Al-Banna mengutus regu-rgu tentara sukarelanya ke Palestina dalam perang melawan Israel. Bumi Palestina dengan lembah-lembah dan gunung-gunungnya menyaksikan pigur-pigur Ikhwan yang menakjubkan, yang belum pernah dia saksikan sebelumnya. Merekalah manusia-manusia yang lebih mencintai mati dari pada hidup dalam kehinaan. Mereka telah memberikan pelajaran pahit pada kaum yahudi dan menjadikan para musuh Islam itu meradang.
Melihat penomena-penomena tersebut, pemerintah Faruq dan Inggris mulai melirik dan memikirkan masalah yang besar ini, apalagi setelah ketahuan bahwa senjata yang diberikan oleh raja Faruq untuk angkatan bersenjata Mesir adalah senjata rongsokan perang Palestina tersebut. Disamping itu, faruq juga tampaknya mulai di tinggalkan dan dikhianati oleh para sekutu Arabnya, sehingga merasa sangat takut dengan kembalinya para mujahidin Ikhwanul Muslimin dari Palestina.
Oleh karena itu, pemerintah kemudian melakukan penawanan terhadap para aktifis Ikhwanul Muslimin, sehingga penjara di penuhi para Ikhwan. Akan tetapi, Al-Banna dibiarkan diluar penjara itu pun dengan maksud agar memudahkan usaha pembunuhan terhadap dirinya. Maka, Mahmud Abdul Majid mengutus lima orang dari setap intelijennya untuk membunuh Al-Banna lalu mereka pun menembakkan peluru kearah Al-Banna disebuah alun-alun terbesar di Kairo, di depan kantor pusat pemuda Ikhwanul Muslimin (Dar Asy-Syubban Al-Muslimin) pada tanggal 12 Februari 1949 M/1368 H. Al-Banna terluka parah, kemudian dibawa kerumah sakit untuk mendapatkan perawatan, tetapi pihak pemerintah mengeluarkan perintah yang sangat keras agar pihak rumah sakit membiarkan Al-Banna mengucurkan darah sampai mati.
Akhirnya Al-Banna menyerahkan ruhnya untuk kemabli keharibaan Sang Penciptanya dalam keadaan suci, Insya Allah, setelah menunaikan amanah-Nya dan tetap dalam keadaan teguh mengankat bendera agama-Nya sampai nafas terakhir. Kemudian dating empat orang ke jenazah Al-Banna bersama ayah kandung Al-Banna yang sudah tertatih-tatih karena usianya yang sangat tua. Sementara itu listrik sengaja di putus di distrik tersebut. Keempat perempuan tersebut membawa jenazah Al-Banna dalam suasana yang sangat menyeramkan, karena berada di dalam pocong barisan Tank. Lalu di kuburlah jenazah Al-Banna. Kuburannya di jaga ketat oleh aparat pemerintah karena ditakutkan para anggota Ikhwan akan mengeluarkan jenazahnya untuk kemudian memprotes danmenuntut pemerintah serta menjadikan jenazah itu sebagai barang bukti.
Dengan demikian raja Faruq merasa tenang karena Al-Banna telah tiada, padahal anak-anak Al-Banna yang ditinggalkan tidak mampu mencukupi kebutuhan pangan bulanan mereka, dan juga tidak mampu membayar sewa rumah mereka.
Namun faruq tampaknya masih mempunyai masalah lain, yaitu regu-regu Mujahidin Ikhwan yang masih berada di Palestina. Maka, raja Faruq pun kemudian memerintahkan kepada pasukan tank dan angkatan bersenjata Mesir di Plestina untuk menawan para Ikhwan tersebut. Akhirnya pasukan tank dan angkatan bersenjata itu mengepung perkemahan mujahidin Ikhwan, dan mereka dipaksa untuk memilih diantara dua pilihan, yaitu ditembak dengan meriam atau menyerah. Akhirnya para aktivis Ikhwan memilih menyerah, sehingga mereka dibawa ketempat-tempat penawanan dan di lemparkan kebalik terali besi.
Sebenarnya seorang dianggap besar tidak berdasarkan pada ukuran khusus. Kadang-kadang orang dianggap besar karena ia adalah orang berilmu, penakluk, penemu suatu karya, Pembina rihani, atau seorang pemimpin politik. Tetapi orang besar yang paling pantas abadi adalah orang yang berjuang membangun umat dan mampu mgubah perjalanan sejarah. Dalam hal ini, Hasan Al-Banna adalah salah seorang tokoh yang abadi, bahkan dialah tokoh besar abadi yang tekemuka dalam sejarah Islam abad ke-20. bukan dia karena seorang ulama atau orator ulung atau politikus piawi, karena pada zamannya banyak juga orang-orang yang lebih berilmu dari dirinya atau lebih hebat retorika dan kepintarannya. Tetapi Al-Bannna adalah orang yang membangun sebuah pergerakan organisasi dakwah, membentuk generasi dan telah mengguncang sejarah modern Mesir pada khususnya, dan belahan dunia Timur dan Negara-negara Arab pada umumnya, dengan sebuah guncangan yang dahsyat, sehingga peristiwa-peristiwa sejarah sekarang masih terpengaruh oleh arusnya. Hal ini dapat diyakini kebenarannya cukup dengan hanya melihat kenyataan bahwa para sejarawan dimana pun tidak akan mampu menulis sejarah modern Mesir, permasalahan Palestina atau permasalahn-permasalahan Arab, bahkan permasalahan dunia Islam umumnya tanpa memberikan tempat bagi Al-Banna, betapapun banyak terjadi perelisihan pendapat dikalangan sejarawan tersebut tetapi mereka tidak akan pernah berselisih bahwa Al-Banna termasuk tokoh besar utama yang mempengaruhi peristiwa-peristiwa yang masih bergulir dari setengah abad yang lalu sampai sekarang.
Jika pada zaman sekarang terdapat bagiab orang yang mengecilkan peran sang pemburu agung ini, hal itu tidak aneh, karena pada masa hidup Al-Banna telah ada juga kelompok orang yang mengecilakan perannya. Memang demikianlah pada umumnya nasib yang dialami oleh tokoh besar, di setiap waktu dan tempat.
Hal tersebut tidak menjadi persoalan yang besar bagi Al-Banna, baik dia dikecilkan oleh masyarakat awam atau kaum elite maupun diingkari jasa-jasanya, karena para tokoh besar dalam sejarah Islam di masa lalu atau sekarang tidaklah berbuat semata-mata untuk dikenal dan dipuji manusia atas segala jasa dan amalnya. Sesungguhnya Islam telah membentuk mereka menjadi tokoh besar yang tidak pernah dikenal oleh sejarah umat non-Islam, karena Islam mendidik mereka dalam kehidupan ruhaniah yang cemerlang, keimanan kokoh yang tidak diperlihatkan aibnya, kesadaran yang menakjubkan terhadap lehidupan dan rahasia-rahasia alam, ketulusan yang abadi dalam pemikiran mereka, dan pengorbanan tulus dalam pelaksanaannya, serta rasa cinta kemanusiaan yang fantastis kepada setiap manusia dari aliran apapun.
Para tokoh Islam tersebut, tidak akan melaksanakan hal demikian kecuali hanya karena Allah SWT. Mereka tudak mengharapkan kecuali pahala dari-Nya, tidak merasa takut kecuali pada perhitungan hisab dihadapan-Nya, tidak mengharapkan kedekatan kecuali disisi-Nya, tidak mendambakan ketentraman dan kemuliaan kecuali dalam ridho-Nya. Berdasarkan akidah dan pemikiran mulia tersebut, maka tidak akan ada sama sekali pada jiwa mereka tempat nafsu keinginan untuk dipuja-puji atau keinginan untuk diagungkan, atau keinginan untuk mendapatkan kasih sayang dari orang-orang yang bercokol di dalam hati mereka sifat tamak dan hawa nafsu, sehingga akan membawa mereka kejurang kedengkian, kelalaian dan penderitaan.
Mustahil bagi para tokoh besar Islam untuk beramal dalam hidup ini bila didorong oleh keinginan-keinginan duniawi dan nafsu, karena mereka adalah cahaya yang di pancarkan oleh langit untuk menyibak kegelapan dari penduduk dunia yang pantas untuk hidup abadi dengan bahagia. Mereka akan tetap berada di langit selama-lamanya serta tidak akan pernah bercampur dengan noda-noda lumpur di muka bumi. Perumpamaan mereka persis seperti pancaran cahaya matahari yang mampu menembus ke puncak istana yang paling tinggi ataupun ke tempat yang paling rendah.
Seluruh kekuatan jahat di bumi menentang proyek perbaikan Hasan Al-Banna, mulai dari penjajahan, kerajaan dan pasya, partai-partai politik, Al-Azhar, kerusakan sosial, dekadensi moral, sampai kepada kebodohan masyarakat awam akan kepentingan mereka sendiri. Semua kekuatan itu menentangnya dengan menghadang jalan perbaikan dan seruan dakwahnya. Namun dia tetap tegar seperti gunung raksasa yang tidak goyah oleh angin, dia tidak mempedulikan berbagai macam halangan, pantang mundur diterpa badai, sekalipun terkadang dia mesti merunduk ditengah badai, tetapi kemudian dia kembali berjalan melakukan misinya, dan pantang berbalik mundur meskipun menghadapi tantangan dan ancaman. Imannya tidak akan pernah lemah terhadap kesuksesan, atau sekalipun dunia sudah gelap gulita disekelilingnya, dan tidak akan roboh di medan perjuangan, bahkan jika kekuatan penentangnya bertambah banyak.
Meskipun terdapat berbagai cobaan tersebut, dada Al-Banna tetap lapang terhadap musuh-musuhnya, sebagaimana kelapangan dadanya terhadap para sahabatnya. Dia tidak pernah membenci musuh-musuhnya dengan kebencian yang disebabkan oleh dengki, karena hati seorang yang besar tidak mempunyai tempat untuk bercokolnya kebencian seperti itu. Ada memang hal yang dibenci Al-Banna dari musuh-musuhnya, yaitu kebatilan, kebohongan, dan kelihaian makar mereka untuk berbuat kejahatan yang membahayakan kepentingan-kepentingan bangsa. Dia juga membenci beberapa hal dari pengikut-pengikutnya, seperti sifat keras kepala, tidak bijaksana, pelanggaran terhadap kebenaran, dan perusakan nama baik organisasi dakwah pergerakan ini-Ikhwanul Muslimin-dengan perilaku dan akhlak mereka yang tidak baik. Namun demikian, dia tetap berkata seperti perkataan Rasulullah SAW.. ketika terluka dalam perang Uhud, “Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku, karena sesungguhnya mereka belum mengerti”.
Al-Banna tetap menasehati dan mengasihi musuh-musuhnya, tetapi mereka masih saja melakukan tipu daya dan makar, sehingga mereka tega membunuhnya dalam kegelapan seorang diri tanpa teman di sebuah tempat yang sepi, tanpa kekuatan, wibawa dan pengikut. Mereka membunuhnya ketika mereka dalam keadaan kuat, sementara Hasan Al-Banna dalam keadaan yang lemah tiada daya. Mereka adalah pemerintah Al-Banna buronan. Mereka bersenjata, tetapi dia bertangan kosong. Memang mereka telah membunuhnya, namun para pembunuh itu sebenarnya tetap merasakan penderitaan sedangkan Al-Banna dalam keadaan bahagia dalam kesyahidan. Pada akhirnya mereka tidak mendapat tempat di hati masyarakat, sedangkan dia bergelimang dalam rahmat Allah. Mereka-para pembunuh itu-sekarang ini bercerai-berai di tempat-tempat yang sepi di alam barzah, karena dosa pembunuhan ini, sementara Al-Banna kini berada dalam pelukan kekekalan rahmat Allah SWT. Sebagai syahid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar